Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Miastenia gravis
(Th. Ratna
Indraswati, SKp. MKep)
Miastenia
gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular pada otot
tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Karakteristik
yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan
pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial,
serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada
wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
Etiologi
Kelainan
primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot.
Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang
merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung
akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya
sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran
postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan
menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah
kontraksi otot.
Penyebab
pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui.
Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan
Insiden
Miastenia
gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau
penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.
Klasifikasi
Klasifikasi
menurut osserman ada 4 tipe :
1.
Oeular miastenia
terkenanya
otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
2. A. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata,
pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak
terkena. Respon terhadap otot baik.
B.
Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan
bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
A. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari
otot-otot pernafasan, progesi penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat
kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens
tinggi thymoma
B. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah
kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau
mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan
prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita
myasthenia gravis dapat disebabkan :
-
pekerjaan fisik yang berlebihan
- emosi
- infeksi
-
melahirkan anak
-
progresif dari penyakit
-
obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
-
Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada
tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular.
Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor
asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis
dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan
reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.
Komplikasi
Ø Bisa
timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak
diawasi
Ø
Pneumonia
Ø Bullous
death
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan
mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
1. piridostigmin bromide
(mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin).
2. diberikan untuk
meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot,
hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
1.
ditujukan pada
penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara
langsung dengan pertukaran plasma.
2.
kortikostreoid
menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat
3. pertukaran plasma
(plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi
4. Thimektomi
(pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial,
terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer
timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas
klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan
utama : Kelemahan otot
Riwayat
kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial
setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
B1
(Breathing)
Dispnea,
resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2
(Bleeding)
Hipotensi
/ hipertensi, takikardi / bradikardi
B3
(Brain)
Kelemahan
otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau
dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi
urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 (
Bowel)
Kesulitan
menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus
turun.
B6
(Bone)
Gangguan
aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
Prioritas
masalah keperawatan
Berdasarkan
data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal
berikut :
1.
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2.
Deficit peraatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.
Intervensi
dokumentasi
1.
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
· Tujuan
:
Pasien
akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
a.
Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternative jika klien
menggunakan ventilator
b. Catat
saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktifitas
c. Ukur
parameter pernafasan dengan teratur
d.
Kolaborasi dengn dokter untuk pemberian obat antikolinergik
e.
Sucktion sesuai kebutuhan (obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi
bronkial)
2.
Deficit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
· Tujuan
;
Pasien
akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias
a. Buat
jadwal perawatan diri dengan interval
b.
Berikan waktu istirahat diantara aktivitas
c.
Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat
berlebihan atau sertakan keluarga
d.
Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.
· Tujuan :
Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik
a. Kaji
reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
b.
Hentikan pemberian makan peroraljika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral
atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan
c. Pasang selang makan kecil dan berikan
makan perselang jika terdapat disfagia.
d. Catat intake dan output
e. Lakukan konsultasi gizi untuk
mengevaluasi kalori
f. Timbang pasien setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis
: pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
Ramali,
A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar