bagi temen - temen seperjuangan yang bingung mencari asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sirosis hepatis ini saya postingkan dan temen2 bisa baca dibawah ini.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun
pada hati dan
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, regenerasi sel-sel hati,
sehingga
timbul kekacauan
dalam susunan parenkim hati.
Berdasarkan data
di RSUD Gunung Jati Cirebon bahwa prevalensi sirosis hepatis selama 7 bulan
terakhir adalah
sebanyak 23 kasus. Ini menandakan bahwa besarnya kasus-kasus sirosis hepatis
yang dialami
oleh masyarakat.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis
hepatic yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan
nodulus generative. Di Indonesia prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan
dari beberapa
pusat pendidikan
saja (Nurdjanah, 2007).
Sirosis hepatis sebagian
besar disebabkan oleh hepatitis penderitanya juga tidak pernah
berkurang.
Sirosis hepatis
lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding kaum wanita dengan perbandingan
2-4 : 1.
B. TUJUAN
1)
Agar mahasiswa keperawatan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan akibat sirosis hepatis
secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual
dengan pendekatan proses Keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi, evaluasi).
2)
Agar mahsiswa keperawatan bisa menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi dalam masalah
keperawatan.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan
hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian
bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah
menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum
hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari
curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini
terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen
hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan
Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari
diafragma ke hepar.
5. Ligamentum
triangularis ki-ka : Merupakan
fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri
kanan dari hepar.
Secara
anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan
pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran
hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola
mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan scr
anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen
dan jaringan elastis yg disebut Kapsul
Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana
akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan
endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel
yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang
lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat
dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam
lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan
darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus
portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang
v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan
mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara
sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih
besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
B. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fung hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan,
perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati
mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen
menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa
dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat
shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis
dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3
karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak
hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan
utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme
lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam
protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak
dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari
bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin
dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ -
globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang Ξ² – globulin hanya
dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati
merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor
ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor
intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor
XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa
faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi
tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi,
esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun,
obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer
merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari
cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800
cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta
75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
C. PENGERTIAN
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
D. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari
Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997)
berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani
menjadi penyebab timbulnya SirosisHepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan
alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus
sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan
secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan
perjalananyang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita
dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi
kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi
kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan
menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam
empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono
Hadi).
3. Zat hepatotoksik
Beberapa
obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati
secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa SirosisHepatis .
Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus
menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan
hatiyang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik
yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol
adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan,
biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis,
degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang
berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe
portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu :
a) sejak dilahirkan, penderita mengalami
kenaikan absorpsi dari Fe
b) kemungkinan didapat setelah lahir
(aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik.
Bertambahnya absorpsidari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
6. Sebab-sebab lain
a) kelemahan jantung yang lama dapat
menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan
nekrosis sentrilibuler.
b) sebagai akibat obstruksi yang lama pada
saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini
lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
c) penyebab Sirosis Hepatis yang tidak
diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini
banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%).
Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau
alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
Ada 3 tipe sirosis atau
pembentukan parut dalam hati :
a)
Sirosis
portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b)
Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan
parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya.
c)
Sirosis
bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal
dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati
bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi
pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang
baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
E. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati.
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati
akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal
dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi
hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati
yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan
traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang
kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi
akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah
dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering
memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat
pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi
pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada
lokasinya.
Karena
fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan
perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang
lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami
hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran
fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.
F. PATOFISIOLOGI
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor
penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan
faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya.
Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi
alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat
kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor)
atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama
perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur
digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi.
Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati
yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus
dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati
rentang waktu 30 tahun/lebih.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering
timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita
Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu
mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah
muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa
didahului rasa
nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan
tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis
selalu
disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada
penderita Sirosis
Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja.
FAINER dan
HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis
dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18%
karena ulkus
peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang
terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati
sendiri yang
sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Ini
disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai
akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan
lain-lain, dan
disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein,
dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke
dalam sirkulasi
portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea.
Pada penderita
dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar
dalam darah.
Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi,
akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya
ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang
menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968)
melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan
61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma
pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena
adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah
menjadi
karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena
infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG
infeksi
yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis,
sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Asites
Γ
Asites diterapi dengan tirah baring total dan
diawali dengan diet rendah garam,
konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari.
Γ
Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik.
Γ
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis 100-200mg sekali sehari.
Γ
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.
Γ
Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka
bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis
dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
Γ
Encephalophaty
Pada pasien dengan
adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan
amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil
amonia.
Γ
Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan
esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu
perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat
diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.
2. Keperawatan
Γ
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan
gejala dan riwayat faktor-faktor
pencetus
Γ
Status mental dikaji melalui anamnesis dan
interaksi lain dengan pasien; orientasi
terhadap orang,
tempat dan waktu harus diperhatikan
Γ
Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan
atau kegiatan rumah tangga
memberikan
informasi tentang status jasmani dan rohani
J.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS
HEPATIS
1) PENGKAJIAN
o Riwayat
Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk
Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas
masalah keperawatan yang dapat muncul.
o Riwayat
Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah
dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan
penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah
sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan
dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
o Riwayat
Kesehatan Keluarga
Adakah
penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada
keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM,
hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
o Riwayat
Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik
atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir
yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia
tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
o Riwayat
Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka
berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis,
berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
o Riwayat
Psikologi
Bagaimana pasien
menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,
karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan
tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique
dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga
terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan
terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan
gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status
financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
o Pemeriksaan
Fisik
§ Kesadaran
dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran
pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya
membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya
dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak.
§ Tanda
– tanda vital dan pemeriksaan fisik
Kepala – kaki TD, Nadi,
Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus
pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya
penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk
menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati
membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis
kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada
nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan
hipertensi portal.
2.
Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara
:
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan
adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput
medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Γ
intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Γ
perubahan
suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis.
Γ
gangguan
integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
Γ
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
ikterus dan status imunologi yang terganggu.
Γ
Perubahan
status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
Γ
Resiko
cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
Γ
Nyeri
dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri
tekan dan asites.
Γ
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
Γ
Perubahan proses berpikir berhubungan dengan
kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar amonia.
3) PERENCANAAN KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan
|
Rasional
|
Hasil yang diharapkan
|
Diagnosa Keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : peningkatan
energi dan partisipasi dalam aktivitas.
|
||
a.
Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
b. Berikan
suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
c. Motivasi pasien untuk melakukan
latihan yang diselingi istirahat
d. Motivasi dan bantu pasien untuk
melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
|
1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein
bagi proses penyembuhan.
2.
Memberikan nutrien tambahan.
3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong
pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
4. Memperbaiki perasaan sehat secara
umum dan percaya diri
|
· Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan
pasien.
· Merencanakan aktivitas untuk memberikan
kesempatan istirahat yang cukup.
· Meningkatkan aktivitas dan latihan
bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
· Memperlihatkan asupan nutrien yang
adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet.
|
Diagnosa keperawatan : perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan
dengan proses inflamasi pada sirosis.
Tujuan :
pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
|
||
1. Catat suhu tubuh secara teratur.
2.
Motivasi asupan cairan
3. Lakukan kompres dingin atau kantong es
untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
4. Berikan antibiotik seperti yang
diresepkan.
5.
Hindari kontak dengan infeksi.
6.
Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu
tubuhnya tinggi.
|
1. Memberikan dasar untuk deteksi hati dan
evaluasi intervensi.
2. Memperbaiki kehilangan cairan akibat
perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi
serta evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyaman pasien.
4. Meningkatkan konsentrasi antibiotik
serum yang tepat untuk mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan resiko peningkatan infeksi,
suhu tubuh serta laju metabolik.
6.
Mengurangi laju metabolik.
|
·
Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak
terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi.
· Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.
|
Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit yang berhubungan
dengan pembentukan edema.
Tujuan :
memperbaiki integritas kulit dan
proteksi jaringan yang mengalami edema.
|
||
1.
Batasi natrium seperti yang diresepkan.
2. Berikan perhatian dan perawatan yang
cermat pada kulit.
3. Balik dan ubah posisi pasien dengan
sering.
4. Timbang berat badan dan catat asupan
serta haluaran cairan setiap hari.
5. Lakukan latihan gerak secara pasif,
tinggikan ekstremitas edematus.
6. Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah
tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
|
1.
Meminimalkan pembentukan edema.
2.
Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai
nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Meminimalkan tekanan yang lama dan
meningkatkan mobilisasi edema.
4. Memungkinkan perkiraan status cairan dan
pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang
paling baik.
5.
Meningkatkan mobilisasi edema.
6.
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma
jika dilakukan dengan benar.
|
· Memperlihatkan turgor kulit yang normal
pada ekstremitas dan batang tubun.
·
Tidak memperlihatkan luka pada kulit.
·
Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa
gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan
tulang.
·
Mengubah posisi dengan sering.
|
Diagnosa keperawatan : Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu.
Tujuan :
Memperbaiki integritas kulit dan
meminimalkan iritasi kulit.
|
||
1. Observasi dan catat derajat ikterus pada
kulit dan sklera.
2. Lakukan perawatan yang sering pada
kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan losion
pelembut (emolien).
3. Jaga agar kuku pasien selalu pendek.
|
1. Memberikan dasar untuk deteksi perubahan
dan evaluasi intervensi.
2. Mencegah kekeringan kulit dan
meminimalkan pruritus.
3. Mencegah ekskoriasi kulit akibat
garukan.
|
· Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa
terlihat luka atau infeksi.
·
Melaporkan tidak adanya pruritus.
· Memperlihatkan pengurangan gejala
ikterus pada kulit dan sklera.
· Menggunakan emolien dan menghindari
pemakaian sabun dalam menjaga higiene sehari-hari.
|
Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan
status nutrisi.
|
||
1. Motivasi pasien untuk makan makanan dan
suplemen makanan.
2.
Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi
sering.
3. Hidangkan makanan yang menimbulkan
selera dan menarik dalam penyajiannya.
4.
Pantang alkohol.
5. Pelihara higiene oral sebelum
makan.
6.
Pasang ice collar
untuk mengatasi mual.
7.
Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual,
muntah, diare atau konstipasi.
8. Motivasi peningkatan asupan cairan dan
latihan jika pasien melaporkan konstipasi.
9. Amati gejala yang membuktikan adanya
perdarahan gastrointestinal.
|
1.
Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
2.
Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir
oleh penderita anoreksia.
3. Meningkatkan selera makan dan rasa
sehat.
4. Menghilangkan makanan dengan “kalori
kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alkohol.
5. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan
merangsang selera makan.
6.
Dapat mengurangi frekuensi mual.
7. Mengurangi gejala gastrointestinal dan
perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap
makanan.
8. Meningkatkan pola defekasi yang normal
dan mengurangi rasa tidakenak serta distensi pada abdomen.
9. Mendeteksi komplikasi gastrointestinal
yang serius.
|
· Memperlihatkan asupan makanan yang
tinggi kalori, tinggi protein dengan jumlah memadai.
· Mengenali makanan dan minuman yang
bergizi dan diperbolehkan dalam diet.
· Bertambah berat tanpa memperlihatkan
penambahan edema dan pembentukan asites.
· Mengenali dasar pemikiran mengapa pasien
harus makan sedikit-sedikit tapi sering.
·
Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa
sehat.
· Menyisihkan alkohol dari dalam diet.
· Turut serta dalam upaya memelihara
higiene oral sebelum makan dan menghadapi mual.
· Menggunakna obat kelainan
gastrointestinal seperti yang diresepkan.
· Melaporkan fungsi gastrointestinal yang
normal dengan defekasi yang teratur.
· Mengenali gejala yang dapat dilaporkan: melena, pendarahan
yang nyata.
|
Diagnosa keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi
portal, perubahan mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi
obat.
Tujuan : Pengurangan
resiko cedera.
|
||
1.
Amati setiap feses yang dieksresikan untuk memeriksa
warna, konsistensi dan jumlahnya.
2. Waspadai gejala ansietas, rasa penuh
pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan.
3. Periksa setiap feses dan muntahan untuk
mendeteksi darah yang tersembunyi.
4.
Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, epitaksis,
petekie dan perdarahan gusi.
5. Catat tanda-tanda vital dengan interval
waktu tertentu.
6. Jaga agar pasien tenang dan membatasi
aktivitasnya.
7. Bantu dokter dalam memasang kateter
untuk tamponade balon esofagus.
8. Lakukan observasi selama transfusi darah
dilaksanakan.
9. Ukur dan catat sifat, waktu serta jumlah
muntahan.
10. Pertahankan pasien dalam keadaan puasa
jika diperlukan.
11. Berikan vitamin K seperti yang
diresepkan.
12. Dampingi
pasien secara terus menerus selama episode perdarahan.
13. Tawarkan minuman dingin lewat mulut
ketika perdarahan teratasi (bila diinstruksikan).
14. Lakukan tindakan untuk mencegah trauma :
a.
Mempertahankan lingkungan yang aman.
b.
Mendorong pasien untuk membuang ingus secara
perlahan-lahan.
c.
Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari
penggunaan tusuk gigi.
d. Mendorong konsumsi makanan dengan
kandungan vitamin C yang tinggi.
e. Melakukan kompres dingin jika
diperlukan.
f.
Mencatat lokasi tempat perdarahan.
g. Menggunakan jarum kecil ketika melakukan
penyuntikan.
15. Berikan obat dengan hati-hati; pantau
efek samping pemberian obat.
|
1. Memungkinkan deteksi perdarahan dalam
traktus gastrointestinal.
2. Dapat menunjukkan tanda-tanda dini
perdarahan dan syok.
3. Mendeteksi tanda dini yang membuktikan
adanya perdarahan.
4. Menunjukkan perubahan pada mekanisme
pembekuan darah.
5. Memberikan dasar dan bukti adanya
hipovolemia dan syok.
6. Meminimalkan resiko perdarahan dan
mengejan.
7. Memudahkan insersi kateter kontraumatik
untuk mengatasi perdarahan dengan segera pada pasien yang cemas dan melawan.
8. Memungkinkan deteksi reaksi transfusi
(resiko ini akan meningkat dengan pelaksanaan lebih dari satu kali transfusi
yang diperlukan untuk mengatasi perdarahan aktif dari varises esofagus)
9. Membantu mengevaluasi taraf perdarahan
dan kehilangan darah.
10. Mengurangi resiko aspirasi isi lambung
dan meminimalkan resiko trauma lebih lanjut pada esofagus dan lambung.
11. Meningkatkan pembekuan dengan memberikan
vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembekuan darah.
12. Menenangkan pasien yang merasa cemas dan
memungkinkan pemantauan serta deteksi terhadap kebutuhan pasien selanjutnya.
13. Mengurangi resiko perdarahan lebih
lanjut dengan meningkatkan vasokontriksi pembuluh darah esofagus dan lambung.
14. Meningkatkan
keamanan pasien.
a. Mengurangi resiko trauma dan perdarahan
dengan menghindari cedera, terjatuh, terpotong, dll.
b. Mengurangi resiko epistaksis sekunder
akibat trauma dan penurunan pembekuan darah.
c. Mencegah trauma pada mukosa oral
sementara higiene oral yang baik ditingkatkan.
d.
Meningkatkan proses penyembuhan.
e.
Mengurangi perdarahan ke dalam jaringan dengan
meningkatkan vasokontriksi lokal.
f.
Memungkinkan deteksi tempat perdarahan yang baru dan
pemantauan tempat perdarahan sebelumnya.
g.
Meminimalkan perambesan dan kehilangan darah akibat
penyuntikan yang berkali-kali.
15. Mengurangi
resiko efek samping yang terjadi sekunder karena ketidakmampuan hati yang
rusak untuk melakukan detoksifikasi (memetabolisasi) obat secara normal.
|
·
Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang
nyata dari traktus gastrointestinal.
·
Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa
penuh pada epigastrium dan indikator lain yang menunjukkan hemoragi serta
syok.
·
Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif
untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal.
·
Bebas dari daerah-daerah yang mengalami
ekimosis atau pembentukan hematom.
· Memperlihatkan tanda-tanda vital yang
normal.
· Mempertahankan istirahat dalam keadaan
tenang ketika terjadi perdarahan aktif.
· Mengenali rasional untuk melakukan
transfusi darah dan tindakan guna mengatasi perdarahan.
· Melakukan tindakan untuk mencegah trauma
(misalnya, menggunakan sikat gigi yang lunak, membuang ingus secara
perlahan-lahan, menghindari terbentur serta terjatuh, menghindari mengejan
pada saat defekasi).
· Tidak mengalami efek samping pemberian
obat.
· Menggunakan semua obat seperti yang
diresepkan.
· Mengenali rasional untuk melakukan
tindakan penjagaan dengan menggunakan semua obat.
|
Diagnosa keperawatan : Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites.
Tujuan : Peningkatan
rasa kenyamanan.
|
||
1. Pertahankan tirah baring ketika pasien
mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen.
2. Berikan antipasmodik dan sedatif seperti
yang diresepkan.
3. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
|
1. Mengurangi kebutuhan metabolik dan
melindungi hati.
2.
Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan
nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen.
3.
Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut
kemunduran keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi.
4. Meminimalkan pembentukan asites lebih
lanjut.
|
· Mempertahankan tirah baring dan
mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa.
· Menggunakan antipasmodik dan sedatif
sesuai indikasi dan resep yang diberikan.
· Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan
gangguan rasa nyaman pada abdomen.
· Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa
nyaman jika terasa.
· Mengurangi asupan natrium dan cairan
sesuai kebutuhan hingga tingkat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites.
·
Merasakan pengurangan rasa nyeri.
·
Memperlihatkan pengurangan rasa nyeri.
· Memperlihatkan pengurangan lingkar perut
dan perubahan berat badan yang sesuai.
|
Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
asites dan pembentukan edema.
Tujuan : Pemulihan
kepada volume cairan yang normal.
|
||
1.
Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
2. Berikan diuretik, suplemen kalium dan
protein seperti yang dipreskripsikan.
3.
Catat asupan dan haluaran cairan.
4. Ukur dan catat lingkar perut setiap
hari.
5.
Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.
|
1. Meminimalkan pembentukan asites dan
edema.
2. Meningkatkan ekskresi cairan lewat
ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.
3. Menilai efektivitas terapi dan kecukupan
asupan cairan.
4.
Memantau perubahan pada pembentukan asites dan
penumpukan cairan.
5. Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
pasien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan.
|
· Mengikuti diet rendah natrium dan
pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan.
· Menggunakan diuretik, suplemen kalium dan
protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping.
·
Memperlihatkan peningkatan haluaran urine.
·
Memperlihatkan pengecilan lingkar perut.
·
Mengidentifikasi rasional pembatasan natrium
dan cairan.
|
Diagnosa keperawatan : Perubahan
proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan
kadar amonia.
Tujuan : Perbaikan
status mental.
|
||
1. Batasi protein makanan seperti yang
diresepkan.
2. Berikan makanan sumber karbohidrat dalam
porsi kecil tapi sering.
3.
Berikan perlindungan terhadap infeksi.
4. Pertahankan lingkungan agar tetap hangat
dan bebas dari angin.
5. Pasang bantalan pada penghalang di
samping tempat tidur.
6.
Batasi pengunjung.
7. Lakukan pengawasan keperawatan yang
cermat untuk memastikan keamanan pasien.
8.
Hindari pemakaian preparat opiat dan barbiturat.
9.
Bangunkan dengan interval.
|
1.
Mengurangi sumber amonia (makanan sumber protein).
2.
Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan energi dan “mempertahankan” protein terhadap proses
pemecahannya untuk menghasilkan tenaga.
3.
Memperkecil resiko terjadinya peningkatan kebutuhan
metabolik lebih lanjut.
4. Meminimalkan gejala menggigil karena
akan meningkatkan kebutuhan metabolik.
5. Memberikan perlindungan kepada pasien
jika terjadi koma hepatik dan serangan kejang.
6. Meminimalkan aktivitas pasien dan
kebutuhan metaboliknya.
7. Melakukan pemantauan ketat terhadap
gejala yang baru terjadi dan meminimalkan trauma pada pasien yang mengalami
gejala konfusi.
8. Mencegah penyamaran gejala koma hepatik
dan mencegah overdosis obat yang terjadi sekunder akibat penurunan kemampuan
hati yang rusak untuk memetabolisme preparat narkotik dan barbiturat.
9. Memberikan stimulasi kepada pasien dan
kesempatan untuk mengamati tingkat kesadaran pasien.
|
·
Memperlihatkan perbaikan status mental.
· Memperlihatkan kadar amonia serum dalam
batas-batas yang normal.
· Memiliki orientasi terhadap waktu,
tempat dan orang.
· Melaporkan pola tidur yang normal.
· Menunjukkan perhatian terhadap kejadian
dan aktivitas di lingkungannya.
·
Memperlihatkan rentang perhatian yang normal.
·
Mengikuti dan turut serta dalam percakapan
secara tepat.
· Melaporkan kontinensia fekal dan urin.
·
Tidak mengalami kejang.
|
Diagnosa keperawatan : Pola
napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga
toraks.
Tujuan : Perbaikan
status pernapasan.
|
||
1.
Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.
2.
Hemat tenaga pasien.
3.
Ubah posisi dengan interval.
4. Bantu pasien dalam menjalani
parasentesis atau torakosentesis.
a. Berikan dukungan dan pertahankan posisi
selama menjalani prosedur.
b.
Mencatat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.
c.
Melakukan observasi terhadap bukti terjadinya batuk,
peningkatan dispnu atau frekuensi denyut nadi.
|
1.
Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan
memungkinkan pengembangan toraks dan ekspansi paru yang maksimal.
2. Mengurangi kebutuhan metabolik dan
oksigen pasien.
3. Meningkatkan ekspansi (pengembangan) dan
oksigenasi pada semua bagian paru).
4. Parasentesis dan torakosentesis (yang
dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan
yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerja sama dalam menjalani
prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.
b. Menghasilkan catatan tentang cairan yang
dikeluarkan dan indikasi keterbatasan pengembangan paru oleh cairan.
c. Menunjukkan iritasi rongga pleura dan
bukti adanya gangguan fungsi respirasi oleh pneumotoraks atau hemotoraks
(penumpukan udara atau darah dalam rongga pleura).
|
·
Mengalami perbaikan status pernapasan.
· Melaporkan pengurangan gejala sesak
napas.
· Melaporkan peningkatan tenaga dan rasa
sehat.
· Memperlihatkan frekuensi respirasi yang
normal (12-18/menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
· Memperlihatkan pengembangan toraks yang
penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.
· Memperlihatkan gas darah yang normal.
· Tidak mengalami gejala konfusi atau
sianosis.
|
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price
& Wilson, 2005, hal. 493).
Etiologi bentuk sirosis masih kurang dimengerti,
ada tiga pola khas yang ditemukan, yaitu : Sirosis Laennec, Sirosis
Pascanekrotik, dan Sirosis Biliaris. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis
merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis : gagal sel hati dan
hipertensi portal, yang masing-masing memperlihatkan gejala klinisnya.
Patofisiologi penyakit sirosis hepatis dapat terjadi dalam waktu yang singkat
atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alkohol aktif.
Adapun masalah keperawatan yang muncul dari
sirosis hepatis adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan
volume cairan, kerusakan integritas kulit, tidak efektifnya pola pernapasan,
risiko tinggi terhadap hemoragi (cidera), perubahan proses berpikir, gangguan
harga diri/citra tubuh, dan kurang pengetahuan.
3.2
SARAN
a. Mahasiswa
- Gunakanlah waktu sebaik-baiknya
untuk mencari ilmu untuk masa depan yang cemerlang.
- Gunakanlah makalah ini sebagai sumber ilmu untuk
mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sirosis
hepatis.
b. Akademik
- Bimbinglah
mahasiswa-mahasiswa keperawatan dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan
benar
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan
Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan :
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra
Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan
Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar